Konflik Kemitraan Plasma dengan Koperasi di Sumsel, Perusahaan Sawit Asal Riau Didenda Rp2,5 M
Rabu, 12 Juli 2023 - 10:46:04 WIB
|
Sidang digelar di ruang Video Conference Fakultas Hukum Unri (foto/bayu-halloriau) |
Baca juga:
|
PEKANBARU - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar sidang perkara konflik kemitraan antara PT Aburahmi dan Koperasi Penukal Lestari Desa Air Itam Timur, Kecamatan Penukal, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan.
Sidang digelar di ruang Video Conference Fakultas Hukum Universitas Riau (Unri), Selasa (11/7/2023) kemarin. Sidang sengaja digelar di Kota Pekanbaru, lantaran terlapor yakni PT Aburahmi merupakan perusahaan yang beralamat di Kota Pekanbaru.
Dalam sidang itu, KPPU memutus bahwa PT Aburahmi terbukti melanggar pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraannya dengan Koperasi Penukal Lestari.
Atas pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan sanksi denda kepada PT Aburahmi sebesar Rp2,5 miliar dan perintah untuk mengembalikan kekurangan lahan kepada plasma serta melakukan addendum dalam perjanjian kemitraannya.
Putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Komisi dalam perkara tersebut, Yudi Hidayat, S.E., M.Si., dengan didampingi oleh Anggota Majelis Komisi, Dr. M. Afif Hasbullah, S.H., M.Hum. dan Ukay Karyadi, S.E., M.E.
Perkara kemitraan ini berawal dari pengaduan publik terhadap PT Aburahmi berkaitan dengan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Kemitraan Pembangunan dan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit antara PT Aburahmi selaku Inti dan Koperasi Penukal Lestari selaku Plasma yang berlokasi di Desa Air Itam Timur, Kecamatan Penukal, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan.
Dalam perjanjian tersebut diduga terdapat unsur pelanggaran kemitraan oleh PT Aburahmi melalui pembuatan Addendum Perjanjian Kerja sama Kemitraan secara sepihak.
Adendum sepihak tersebut mengakibatkan komposisi lahan berubah, seluruh biaya pembangunan dan pengelolaan perkebunan dibebankan kepada petani plasma, hak pengelolaan perkebunan seluruhnya dialihkan kepada PT Aburahmi dan bertambahnya syarat penjualan hasil panen secara sepihak.
"Pengaduan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penegakan hukum oleh KPPU. Melalui proses penegakan hukum, KPPU memberikan kesempatan perbaikan melalui 3 peringatan tertulis kepada terlapor. Setelah dua kali peringatan, terlapor masih belum melakukan tindakan perbaikan. Baru pada peringatan tertulis III, terlapor mulai menunjukkan perbaikan, tetapi belum melaksanakan seluruh perintah perbaikan yang diajukan KPPU. Tindakan terlapor ini membuat KPPU melanjutkan persoalan tersebut ke tahapan pemeriksaan lanjutan kemitraan dalam suatu sidang majelis komisi," ungkap Ketua Majelis.
Dalam pemeriksaan oleh Majelis Komisi, diketahui bahwa terlapor tidak memenuhi kewajiban untuk melakukan addendum perjanjian kerja sama kemitraan yang tidak bertentangan dengan perjanjian kerja sama pembangunan perkebunan kelapa sawit antara masyarakat/warga Desa Air Itam Timur dengan Direktur Utama PT Aburahmi pada tanggal 12 Mei 2006, sebagaimana tercantum pada syarat dan ketentuan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dalam SK Kepala BPN RI No. 152/HGU/BPN RI/2009 tertanggal 13 November 2009.
"Dalam Perjanjian Kerja Sama tersebut terdapat ketentuan terkait komposisi lahan inti dan plasma, yaitu sebesar 50% - 50%. Namun pada fakta di lapangan menunjukkan lahan yang dimiliki Plasma hanya seluas 1.400 hektar, sementara lahan milik Inti mencapai 1.863,84 hektar dan telah bersertifikat HGU," ujarnya.
Berdasarkan fakta dalam persidangan, Majelis Komisi menyatakan bahwa PT Aburahmi secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 35 ayat (1) UU 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraannya dengan Koperasi Penukal Lestari.
Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi mengenakan sanksi berupa denda sebesar Rp2,5 miliar serta memerintahkan terlapor untuk memberikan kekurangan lahan kepada plasma sesuai dengan perjanjian tahun 2006, yaitu sebesar 231,905 hektar yang diambil dari lahan yang dikuasai terlapor selambat-lambatnya 180 hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, Majelis Komisi juga memerintahkan Terlapor untuk melakukan Addendum Perjanjian Nomor 01/KAR-KPL/LEG-PERJ/VIII/16 tanggal 11 Agustus 2016 agar tidak bertentangan dengan perjanjian tahun 2006 sebagaimana surat peringatan tertulis III, selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Penulis: Bayu Derriansyah
Editor: Riki
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :