Sengketa Lahan dengan PT Hutahaean, Masyarakat Muara Dilam dan Teluk Sono Hearing dengan DPRD
PASIR PANGARAIAN - Komisi II DPRD Rokan Hulu (Rohul), kembali rekomendasiakan agar diukur ulangnya luas lahan PT Hutahaean, terkait tuntutan masyarakat Desa Teluk Sono Kecamatan Bonai Darussalam dan Desa Muara Dilam Kecamatan Kunto Darussalam.
Rekomendasi diberikan komisi II DPRD Rohul, melalui hearing yang dilakukan Komisi II DPRD Rohul, di gedung DPRD Rohul, Senin (25/1/2021) sore, dipimpin Ketua Komisi II DPRD Rohul Arif Reza Syah.Lc, bersama Wakil Ketua M. Hasby Assodiqi, Sekretaris Komiis II Budi Suroso dan anggota Murkhas, S.Pd, M. Ilham, SP, MM, Emon Casmon, Abdul Muas dan Zulheri Tambusai juga dihadiri anggota DPRD lainnya Zulfahmi.
Dalam Hearing , masing-masing pihak, menyampaikan argumen sesuai dengan permasalahan lahan PT Hutahaean Teluk Sono dan Muara Dilam.
Tokoh masyarakat Desa Persiapan Sungai Murai juga Desa Muara Dilam Jailani mengakui, tututan mereka tentang plasma 20 persen sesuai peraturan saat ini. Karena di lahan mereka masyarakat di wilayah Desa Persiapan Sungai Murai yang dikuasai PT Hutahaean belum dilunasi semua ganti rugi, kemudian perusahaan tidak pernah memperhatikan kesejahteraan mereka masyarakat.
"Diharapkan ada keputusan di lahan kami, bila tidak silahkan PT Hutanhaean kembalikan lahannya, dan kami minta PT Hutahaean keluar dari lahan kami masyarakat Desa Persiapan Sungai Murai," kata Jailani.
Dalam hearing, disampaikan Kabid PSP Disnakbun Pemkab Rohul Samsul Kamar berdasarkan aturan berlaku saat itu, PT Hutahaean Teluk Sono dan Muara Dilam berhak melakukan kegiatan. Karena sudah miliki atau mengantongi Izin Lokasi (Ilok) dan dan Izin Usaha tentang budidaya Perkebunan, bahkan dari hasil data yang dikumpulkan, ada 770 hektar plasma yang sudah dialokasikan ke masyarakat di tahun 2005.
Lanjutnya, terkait banyaknya tututan masyarakat 20 persen karena adanya Permentan tahun 1998, yang keluar tahun 2013. Namun pada pasal 60 ada pengecualian, 20 persen menurut Samsul tidak berlaku untuk Izin perkebunan yang terbit sebelum tanggal 28 Februari 2007, karena IUP dan Ilok PT Hutahaean terbit tahun 2005.
"Sehingga 20 persen sesuai Permentan 1998, sebenarnya tidak berlaku pada PT Hutahaean, makanya ada 10 persen pada perjanjian itu disaat diterbitkan IUP. Walaupun hanya 10 persen artinya ketika IUP diterbitkan mengapa hanya 10 persen karena IUP tersebut sudah sesuai prosedur terbit tahun 2005," kata Samsul.
"Peraturan yang mewajibkan di Undang-undang perkebunan tahun 2014, yakni Permentan1998 di pasal 60 ada pengecualian," ucap Kabid PSP Disnakbun Rohul.
Samsul menambahkan, saat Disnakbun Rohul melakukan monitoring pada 2 September 2019, sesuai pengakuan Manager Perkebunan bahwa areal yang sudah dikuasai PT Hutahaean Teluk Sono dan Muara Dilam dari 7.700 hektar yang di UP dan Ilok hanya 3.300 hektar.
"Saat itu kita diberikan peta kebunnya, namun banyak titik koordinat yang ditempelkan, sehingga tidak bisa dihitung lagi berapa luas kebun tersebut. Sehingga untuk memperjelas tentu dilihat peta tersebut di hari berikutnya," jelas Samsul.
Terkait pengukuran ulang lahan PT Hutahaean Teluk Sono dan Maura Dilam ketika ditanya Ketua Komisi II DPRD Rohul, dalam dua minggu ke depan, Kabag Adwil Setdakab Rohul M Franovandi S.STP, M.Si melalui Kasubag Ariel Apriadi menyetujui sesuai jadwal.
Ketua Komisi II DPRD Rohul Arif Reza Syah menambahkan, terkait masalah lahan disampaikan masyarakat, pihak DPRD sangat menyetujui kehadiran investor dengan masing-masing pihak, baik insvestor dan masyarakat tidak saling merugikan, namun bagaimana untuk bisa membangun hubungan yang baik.
"Kami juga mendorong Pemkab Rohul untuk menindaklanjuti semua perizinan perusahaan perkebunan sawit yang berinvestasi di Rohul untuk perizinannya sampai ke Hak Guna Usaha (HGU), sehingga perusaahaan yang ada di Rohul legal," tegas Ketua Komisi II DPRD Rohul.
Ditanya adanya lahan di wilayah Desa Muara Dilam yang dikuasai PT Hutahaean kurang lebih 600 hektar, pihak Adwil mengakuinya.
"Setelah diukur ulang bersama Pemerintah Desa Muara Dilam berdasarkan peraturan Desa Muara Dilam," ucapnya.
Juga diakuinya, lahan yang dikuasai PT Hutahaean khususnya di Desa Muara Dilam di Sungai Murai kurang lebih 1.600 hektar, namun yang masuk IUP dan Ilok hanya kurang lebih 1000 hektar.
"Sesuai temuan, PT Hutahaean mengelola lahan Desa Muara Dilam di luar IUP dan Iloknya kurang lebih 600 hektar. Ini sudah sejak tahun 12 tahun silam, artinya diduga telah merugikan Negara, dan Pemdes Muara Dilam akan melalakukan langkah hukum kedepan setelah dilakukan pengukuran ulang oleh Pemerintah dan DPRD Rohul," tambah Kades Muara Dilam Zulfikar.
Hendrik juga mengungkapkan, keluh kesah masyarakat atas kehadiran PT Hutahaean di wilayah desa mereka itu, mulai dari jalan yang rusak akibat mobil angkutannya lewat, perusahaannya tak mau perbaiki. CSR lnya juga tidak pernah perusahaan berikan kepada masyarakat, bahkan ada sekolah yang perlu dibantu, namun juga tak ada kepedulian PT Hutahaean.
"Kami meminta PT Hutahaean bila lagi tak peduli dengan kami masyarakat, baik CSR, perbaikan jalan, serta perhatian pendidikan, kesehatan dan sosial lainnya, kami akan menutup akses jalan di desa kami," tegas Sekdes Teluk Sono diaminkan seluruh masyarakat yang hadir di hearing tersebut
General Manager Senior PT Hutahaean Erwin Butar-butar, perusaahaan berupaya membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat. Prinsipnya PT Hutahaean tidak mau melukai hati rakyat, tapi bagai mana kalau bisa bersama-sama membangun perusahaan dan desa serta bisa berjalan bersama-sama.
"Jalan satu-satunya, perusahaan membangun harmonisasi dan komunikasi yang baik dengan masyarakat, untuk bersama membangun perusahaan, desa dan jalan bersama-sama," ungkap Erwin Butar-butar.
Penulis : Feri Hendrawan
Editor : Fauzia
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :