www.halloriau.com


BREAKING NEWS :
Gandeng Tempo Institute, RGE Gelar Jurnalism Workshop 2024
Otonomi
Pekanbaru | Dumai | Inhu | Kuansing | Inhil | Kampar | Pelalawan | Rohul | Bengkalis | Siak | Rohil | Meranti
 


Pakai e-Catalogue dan SIMPel, Sebuah Pilihan Setengah Hati
Rabu, 20 Desember 2023 - 11:32:35 WIB
Chitra Hari Saptagraha, Kepala Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Pekanbaru (foto/ist)
Chitra Hari Saptagraha, Kepala Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Pekanbaru (foto/ist)

Baca juga:

Hingga September 2022, Realisasi Belanja Satker KPPN Pekanbaru Capai 72,67 Persen

PEKANBARU - Sebuah proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, tidak pernah terlepas dari yang namanya lelang atau "auction" dalam terminologi bahasa Inggris. Sesuai Perpres 54 tahun 2010/Perpres 70 tahun 2012 dan yang ter-update Perpres 16 tahun 2018 yang telah mengakomodir e-tendering.

Dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, konsep lelang secara tradisional sebenarnya tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pengadaan lelang atau yang biasa disebut tender, diatur untuk jumlah Rp 200 juta ke atas haruslah menggunakan lelang, baik tender biasa maupun tender cepat (hanya ada 2 penawaran).

Sedangkan untuk jumlah di bawah Rp 200 juta tidak diwajibkan tender/tender cepat. Jadi digunakan proses pengadaan langsung /penunjukan langsung.

Adanya e-tendering/e-auction secara filosofi memang ditujukan untuk memberikan kemudahan dan keamanan utamanya saat pemilihan penyedia proyek-proyek pemerintah.
Pemerintah pusat melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) telah melalukan elektronisasi proses tender/pemilihan penyedia melalui lelang dengan diluncurkan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) oleh LKPP di tahun 2008.

Konektivitas LPSE ini dilakukan oleh Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) sebagai kendaraan implementasinya untuk pengadaan dengan lelang di atas Rp 200 juta. Salah satu modul yang diandalkan oleh LPSE adalah modul e-purchasing berupa e-catalogue (katalog barang/jasa berdasarkan secara elektronik) yang disusun berdasarkan jenis dan penyedia barang/jasa dimaksud.

Pengguna e-catalogue dapat memilih produk barang/jasa berdasarkan informasi penyedia, spesifikasi produk, harga real time dari barang/jasa produk tertentu. Jadi intinya e-catalogue merupakan tempat belanja secara daring yang diharapkan bisa menjadi solusi dalam hal pengadaan barang/jasa yang tersedia secara lokal khususnya di remote area seperti di Indonesia Bagian Timur.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan Republik Indonesia mempelopori dalam hal pencatatan transaksi pengadaan barang/jasa dengan nilai pengadaan di bawah Rp 200 juta yang dalam hal ini masuk dalam kategori pengadaan langsung dengan meluncurkan SIMPel (Sistem Informasi Pengadaan Langsung).

Sistem ini digadang-gadang dibuat dalam rangka memfasilitasi agar dapat diperoleh informasi yang dapat digunakan terkait analisa standar biaya dan terutama untuk laporan manajerial lainnya. Aplikasi SIMPel ini diakses melalui link www.simpel.lpse.kemenkeu.go.id.

Permasalahan

Dari prakata diatas kita sudah sedikit mendapat gambaran apa itu e-catalogue dan aplikasi SIMPel. Meskipun secara mendasar kedua aplikasi ini berbeda domain dan usernya, tetapi dalam pembahasan ini yang akan penulis tekankan adalah dari sisi user/pengguna yang mencakup penggunaan kedua aplikasi ini pada kegiatan pengadaan barang/jasa sehari-hari di instiusi vertikal Kementerian Keuangan di daerah.

Permasalahan pertama adalah pada aplikasi LPSE e-catalogue di mana sesuai yang pernah penulis alami saat pertama kali menggunakan SPSE untuk e-catalogue adalah pembuatan user dan password yang tidak begitu user friendly buat penulis. Mengapa dikatakan kurang user friendly. Menu pembuatan user dan password dibuat bertingkat dengan KPA level tertinggi yang bisa menunjuk PPK dan user staf.

Dalam beberapa tingkatan institusi posisi KPA kadangkala ditempatkan pada posisi yang tidak dapat melakukan kegiatan teknis penggunaan aplikasi seperti ini. Tapi dibebankan porsi pembagian teknis paling besar. Lalu wewenang PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dibuat sejajar dengan staf padahal dalam risiko pekerjaan, wewenang sebagai PPK sangatlah berisko tinggi.

Kendala berikutnya dari penggunaan e-catalogue adalah meminta uploading pagu satker melalui aplikasi RKAK/L (Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga) yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Dalam perkembangan terakhir satuan kerja Kementerian Keuangan dan PPATK yang meliputi unit-unit Kantor Pusat Kementerian Keuangan serta unit-unit vertikal dibawah Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sudah tidak menggunakan aplikasi RKAK/L lagi tetapi telah menggunakan aplikasi SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi).

Dalam posisi ini, satuan kerja Kementerian Keuangan dan PPATK mengalami kesulitan apabila mendaftar di SPSE untuk membeli barang/jasa dari e-catalogue karena SPSE belum mengakomodir transfer data pagu dari SAKTI. Beberapa satuan kerja yang terpaksa harus menggunakan e-catalogue harus mengambil kembali pagu anggaran melalui aplikasi RKAK/L untuk kemudian di-upload ke SPSE.

Hal yang cukup krusial dalam pengadaan barang/jasa melalui e-catalogue adalah pilihan barang/jasa yang disediakan. Dari pengalaman penulis melakukan kegiatan pengadaan barang/jasa melalui e-catalogue, sangat terbatas sekali barang/jasa yang bisa dibeli secara daring untuk satuan kerja non teknis semacam satuan kerja Kementerian Keuangan.

Beberapa item yang umumnya bisa dibeli adalah barang/jasa dengan kapitalisasi besar semacam kendaraan roda empat/dua, alat pengolah data (Komputer, Printer) dan itupun dalam kapasitas terbatas pihak penyedianya dan seolah-olah kita sebagai user/pengguna sudah seperti diarahkan untuk memilih penyedia tertentu yang sudah familiar.

Selain itu pada awal tahun, updating data barang/jasa tahun yang bersangkutan baru di-update di e-catalogue 6 bulan setelah awal tahun, jadi user/pengguna yang mengadakan kegiatan pengadaan barang/jasa di awal tahun, terpaksa harus memilih pilihan barang tahun sebelumnya dengan dana tahun berjalan.

Tentunya itu menjadi kendala yang cukup serius apabila dikaitkan dengan akuntabilitas harga pengadaan, dimana barang produksi tahun sebelumnya kenapa diadakan menggunakan pagu dana tahun berjalan.

Permasalahan kedua terkait pengadaan barang/jasa adalah penggunaan aplikasi SIMPel (Sistem Informasi Manajemen Pengadaan Langsung). Secara hirarki, pembuatan user dan password aplikasi ini hampir sama dengan SPSE, tetapi lebih sederhana tidak melibatkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan pagu anggaran.

User dihadapkan pada beberapa level yaitu, admin, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), PPBJ (Pejabat Pengadaan Barang/Jasa) dan PPHP (Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan). Sebatas pandangan penulis, cukup mudah pendaftaran user-user dilakukan. Namun ternyata setelah ditelusuri lebih jauh, terdapat beberapa kelemahan yang menurut hemat penulis cukup mendasar dan sebaiknya harus segera diperbaiki.

Kendala mendasar pertama adalah input besaran volume terutama penghitungan volume konstruksi tidak dapat memakai angka di desimal di belakang koma, jadi angka harus bulat penuh, sedangkan seperti kita ketauhi penghitungan volumen konstruksi harus menggunakan angka hingga dua digit di belakang koma karena ini terkait dengan perhitungan jumlah harga yang harus dibayarkan.

Dalam hal ini pihak Inspektorat Jenderal selaku pihak pembina pengadaan barang/jasa tidak bisa menolerir apabila seharusnya terdapat volume konstruksi dua digit di belakang koma dibulatkan desimalnya. Kendala kedua penggunaan SIMPel adalah untuk pengadaan barang/jasa diatas RP.50.000.000,- dimana sesuai ketentuan harus menggunakan minimal penawaran dari dua penyedia barang/jasa.

Banyak kantor yang terkendala dalam kaitan proses ini, karena selain harus mencari dua penyedia yang bersedia melakukan pendaftaran ke SIMPel juga harus melakukan evaluasi dan lelang secara elektronik melalui SIMPel kedua penyedia dimaksud melalui user PBJ. Prosedur pilihan penawaran dilakukan hampir sama seperti lelang biasa, jadi sepertinya menambah tingkat kerumitan pengadaan barang/jasa secara pengadaan langsung yang seharusnya lebih mudah sesuai Perpres 16 tahun 2018.

Kemungkinan solusi

Dari pemaparan terkait permasalahan dan ergonomis penggunaan e-catalgue dan aplikasi SIMPel, penulis mencoba memberikan kemungkinan-kemungkinan solusi dan harapan ke depan dari kedua aplikasi ini.

Pertama, terkait e-catalogue, penyederhanaan user/password merupakan hal yang harus segera dibenahi dan keharusan upload pagu anggaran sepertinya tidak terlalu diperlukan, karena tentunya diharapkan pengguna e-catalogue tentunya tidak hanya instansi Kementerian/Lembaga tetapi juga Badan Usaha Milik Negara dan Pemerintah Daerah.

Di sisi lain, variasi jenis barang/jasa merupakan keharusan mutlak agar pengguna e-catalogue makin banyak dan variatif. Kemudahan bagi penyedia untuk mendaftar di e-catalogue juga merupakan hal yang harus dipertimbangkan karena dengan makin banyaknya penyedia yang terdaftar di e-catalague akan memberikan harga yang lebih bersaing bagi para user/pengguna.

Kedua, terkait aplikasi SIMPel, kekurangan mendasar aplikasi ini adalah terkait pencantuman volume pekerjaan konstruksi yang tidak bisa menggunakan angka desimal di belakang koma haruslah segera diperbaiki. Lalu, proses pemilihan penawaran untuk pengadaan diatas Rp.50.000.000,- agar lebih disederhanakan, tentunya dengan tidak menyalahi ketentuan pengadaan barang/jasa sebagaimana diatur dalam Keppres dan Perpres.

Selanjutnya, untuk aplikasi SIMPel ini diharapkan agar bisa langsung sebagai basis pengadaan belanja barang/jasa secara daring terutama untuk barang habis pakai seperti alat tulis kantor. Tentunya apa yang diharapkan bahwa SIMPel sesuai namanya harus benar-bener mencerminkan kemudahan dalam penggunaanya bukan anekdot "SIMPel yang tidak simpel". (*)

Penulis: Chitra Hari Saptagraha
(Kepala Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Pekanbaru).

   


Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda)


BERITA LAINNYA    
Kegiatan RGE Jurnalism Workshop 2024 bersama Tempo Institute di Pekanbaru.(foto: budy/halloriau.com)Gandeng Tempo Institute, RGE Gelar Jurnalism Workshop 2024
Ilustrasi harga emas alami penurunan di Pekanbaru (foto/int)Harga Emas Antam 1 Gram di Pekanbaru Turun Drastis Jadi Segini
Ilustrasi hotspot di Riau nihil (foto/int)BMKG: Pagi Ini Titik Api di Riau Nihil
MotoGPPrancis 2024.Jadwal MotoGP Prancis 2024 Akhir Pekan Ini, Jangan Sampai Kelewatan
PSG Vs Dortmund.PSG Vs Dortmund: Mats Hummels Cs Menang 1-0, ke Final Liga Champions!
  Ilustrasi investasi masuk di Kota Pekanbaru (foto/int)Investasi Tembus Rp1,6 T, Pekanbaru Menjadi Magnet Investor
Ilustrasi Pekanbaru dan sekitar rawan diguyur hujan (foto/int)Prakiraan Cuaca Riau: Potensi Hujan Disertai Angin Kencang
Smartfren.Daftar Paket Smartfren Harian hingga Bulanan Mei 2024
ilustrasi.Buat Konten Kritik Kebijakan Uang Kuliah, Mahasiswa Unri Dipolisikan Rektor
Masyarakat dilarang membuang sampah sembarangan dan kini sudah ada layanan jemput sampah ke rumahDinas PerkimtanLH Kepulauan Meranti Luncurkan Layanan Jemput Sampah di Setiap Rumah
Komentar Anda :

 
Potret Lensa
Kajati Riau Ditabalkan Gelar Adat di Balai Adat LAMR
 
 
 
Eksekutif : Pemprov Riau Pekanbaru Dumai Inhu Kuansing Inhil Kampar Pelalawan Rohul Bengkalis Siak Rohil Meranti
Legislatif : DPRD Pekanbaru DPRD Dumai DPRD Inhu DPRD Kuansing DPRD Inhil DPRD Kampar DPRD Pelalawan DPRD Rohul
DPRD Bengkalis DPRD Siak DPRD Rohil DPRD Meranti
     
Management : Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Kode Etik Jurnalistik Wartawan | Visi dan Misi
    © 2010-2024 PT. METRO MEDIA CEMERLANG (MMC), All Rights Reserved