JAKARTA - Cara kerja Vaksin CoronaVac buatan Sinovac yang digunakan dalam vaksinasi di Indonesia yakni mengajari sistem imun tubuh membuat antibodi guna melawan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
Antibodi itu bisa memberikan perlindungan, namun sejauh ini tak ada yang bisa menjamin bakal bertahan berapa lama.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah mengungkap prediksi antibodi dari vaksin Sinovac hanya mampu bertahan hingga 12 bulan.
New York Times menjelaskan tingkat antibodi karena vaksin Sinovac kemungkinan turun dalam tempo berbulan-bulan setelah seseorang divaksinasi/ Meski demikian ada kemungkinan sistem kekebalan mengandung sel khusus yang disebut sel B memori, yang mungkin menyimpan informasi tentang virus corona selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun.
Sama halnya seperti Sinovac, antibodi yang dihasilkan vaksin lain, misalnya buatan Pfizer-BioNTech, Moderna, atau AstraZeneca-Universitas Oxford juga belum dapat diketahui berapa lama akan bertahan.
Melansir Quartz, Pfizer-BioNTech masih melakukan penelitian mengenai hal itu meski telah merilis data keamanan dan kemanjuran dalam uji klinis fase 3.
Pada kasus tertentu ada yang menunjukkan kemungkinan seseorang mengembangkan antibodi Covid-19 lebih dari satu kali. Namun, para ilmuwan mengaku belum dapat memastikan mengapa hal itu terjadi.
Dugaan awal mengatakan Covid-19 semacam virus musiman, seperti pilek atau flu, yang kekebalan jangka panjangnya tidak dimiliki manusia. Hal ini membuat setiap orang membutuhkan vaksinasi ulang.
Seperti SARS-CoV-2, virus flu juga bermutasi secara substansial dari tahun ke tahun, itulah sebabnya seseorang membutuhkan vaksin flu setiap tahun. Tidak ada vaksin yang benar-benar ampuh mengalahkan virus penyebab flu biasa.
Atas alasan itu produsen vaksin harus terus mendesain ulang vaksin Covid-19 sebelum menyuntikannya lagi. Namun sejauh ini, tampaknya SARS-CoV-2 menyebar lebih cepat daripada mutasinya, yang berarti kemungkinan besar seseorang tidak memerlukan vaksin baru setiap tahun.
Ada juga kemungkinan infeksi ulang hanya terjadi ketika individu tidak optimal mengembangkan respons antibodi yang kuat terhadap virus. Jika itu masalahnya, ada kemungkinan vaksin dapat menghasilkan respons kekebalan lebih kuat atau melindungi orang selama beberapa tahun.
Studi awal vaksin mRNA pada tikus yang terinfeksi SARS-CoV-2 memberi informasi bahwa kekebalan mampu bertahan selama 13 minggu setelah menerima dua dosis. Bukti itu dapat diterjemahkan menjadi waktu bertahun-tahun pada manusia.
Namun, kembali dikatakan bahwa tidak ada yang benar-benar mengetahui jawaban berapa lama antibodi pada vaksin yang beredar saat ini bisa bertahan. Para ilmuwan masih terus mengumpulkan informasi dari uji coba vaksin lanjutan untuk mengetahuinya dengan pasti.
Studi baru oleh New England Journal of Medicine (NEJM) menunjukkan antibodi penetral yang dihasilkan vaksin Moderna berkurang dalam tiga bulan.
Melansir cnnindonesia, mereka yang berusia 18-55 tahun, mayoritas hanya menunjukkan sedikit penurunan pada antibodi penetral dalam tiga bulan setelah dosis vaksin kedua.
Tapi, dua dari 34 pasien dalam kelompok usia itu mengalami penurunan signifikan dalam hal antibodi penetral.
Sedangkan untuk kelompok usia 56-70 dan 71 ke atas, antibodi penetral turun antara 50 dan 75 persen.
Antibodi penetral mengikat patogen yang menyerang, seperti semua antibodi, tetapi mereka mengikat untuk menghentikan infeksi. Itulah mengapa perusahaan farmasi menghitung antibodi penetral sebagai ukuran penting untuk keberhasilan vaksin mereka. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :