Pengacara Sebut Somasi Dicopotnya M Noer Sebagai Komut Ditujukan ke BPR Pekanbaru Bukan Walikota
PEKANBARU - Dicopotnya jabatan M Noer sebagai Komisaris Utama PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pekanbaru melalui putusan sebuah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) yang digelar pada 6 Oktober lalu, dinilai cacat prosedur.
Buntutnya, M Noer layangkan somasi kepada pihak Bank BPR, diduga ada permainan politik. Apesnya lagi dimsaat dia menjabat Sekda Riau, ia diturunkan jadi Kepala Dinkes Pekanbaru, kemudian dicopot dari Komisaris Bank BPR.
Penasehat Hukum M Noer yakni Erni Marita, menegaskan terkait somasi yang dilayangkan kliennya itu, semata-mata ditujukan kepada pihak Bank BPR bukan untuk Walikota Pekanbaru, Firdaus MT.
Menurut Erni, penunjukan M Noer jadi Komisaris Bank BPR, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2019 lalu, butuh perjuangan. Dia harus lewat tahap pengujian atau pendidikan khusus.
Sehingga sampai pada proses Assessment Fit and Propert Test. Dan dinyatakan Lulus oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah memenuhi ketentuaan dalam pasal 36 SM 39 PP No 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
"Syarat dari OJK tadi harus ada sertifikat layak menjabat sebagai Komisaris Utama Bank BPR. Untuk mendapatkan itu, dia harus melalui tahap ujian dan pendidikan dari awal sampai akhir dan beliau sudah dan dinyatakan lolos tahun 2019 lalu," terangnya kepada halloriau.com, Senin (2/11/2020).
Terkait pencopotan itu, kata dia, dalam RUPS-LB PT Bank BPR yang digelar 6 Oktober 2020 lalu, tidak sah dan batal di mata hukum. Karena tidak didasarkan kepada hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Masih menurut dia, rapat itu menghasilkan keputusan dengan standar ganda demi kepentingan pemegang saham tertentu serta dapat mengakibatkan rusaknya sistem manajemen.
"Tiba-tiba gak ada kesalahan, lalu dicopot dari jabatan itu tanpa melalui hak jawab dan dimintai keterangan. Jadi itu tidak pas lah. Hanya di peraturan OJK salah satunya, anggota direksi dicopot bila mana pejabat publik dikhawatirkan jabatannya mengganggu pekerjaan utama," lanjutnya.
Jabatannya sebagai Komisaris Utama, artinya jabatan itu sama dengan dewan pengawas yang tugasnya dalam sebulan dua kali mengontrol management. Untuk jabatan itu, kata dia, M. Noer menjabat sejak tahun 2019 sampai 2024 mendatang.
"Dan itu tidak menganggu kenerja dan jabatan dia sebagai Kepala Dinas. Tapi kok dicopot. Jadi untuk itu dia mengambil jalur hukum dengan somasi. Sekali lagi yang disomasi bukan pak Walikota pribadi. Tapi pemegang saham. Dan karena itu kami klarifikasi," tuturnya.
''Itulah yang ingin kami tegaskan, agar pihak pemilik saham dapat mempertimbangkan adanya kecacatan pemberhentian klien kami ini,'' tegas Erni.
Penulis : Helmi
Editor : Fauzia
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :