PEKANBARU - Pertemuan dengan Komisi XI DPR RI dimanfaatkan Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar menyampaikan banyak hal, terutama terkait perkebunan sawit di Provinsi Riau.
Apalagi, dalam pertemuan yang digelar di Hotel Premiere Pekanbaru, pada Jumat (18/11/2022), itu juga dihadiri perwakilan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Sekedar info, BPDPKS yang ada di bawah Kementerian Keuangan RI ini telah menghimpun triliunan dana sawit.
Dikatakan Gubri Syamsuar, banyak jalan di Riau yang rusak karena truk pembawa sawit. Bahkan kadang baru diperbaiki, tidak berapa lama rusak lagi karena truk pembawa sawit yang cenderung over kapasitas. Harusnya BPDPKS memberikan perhatian terkait infrastruktur jalan yang rusak ini.
"Kita minta BPDPKS memberikan perhatian untuk perbaikan infrastruktur jalan yang hancur karena truk sawit," tegas Syamsuar.
Selain itu, Syamsuar juga menyoroti soal dana bantuan BPDPKS untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Provinsi Riau yang terbilang kecil. Dana yang diberikan berjumlah Rp30 juta untuk satu hektare kebun kelapa sawit masyarakat.
Baginya dana bantuan untuk PSR masih kurang. Sebab saat ini sedang terjadi inflasi akibat kenaikan harga BBM.
"Dengan kondisi inflasi saat ini, dana untuk PSR sebesar Rp30 juta per hektare dirasa kurang," ujar mantan Bupati Kabupaten Siak itu.
Dilanjutkannya, selain karena kondisi inflasi, saat ini juga terjadi kenaikan harga pupuk. Hal tersebut juga cukup menyusahkan petani yang akan mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Riau.
"Pupuk juga naik, kalau bisa dana untuk PSR ini ditambah, jangan hanya Rp30 juta," harap Syamsuar.
Tidak hanya itu, Syamsuar juga meminta BPDPKS memberikan bantuan pembibitan sawit untuk pesantren, peningkatan Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit dan juga peningkatan besaran pungutan PSDH.
Dalam pertemuan itu, Gubri Syamsuar juga mengatakan bahwa Provinsi Riau merupakan daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia. Berdasarkan data yang ada total luas perkebunan kelapa sawit di Riau mencapai 3,3 juta hektare.
"Namun itu belum termasuk lahan yang masuk kawasan hutan, kalau digabungkan bisa mencapai 4 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit di Riau," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, dari jumlah lahan perkebunan kelapa sawit di Riau tersebut, hingga saat ini masih ada juga yang belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU). Dengan demikian, pemerintah tidak dapat memungut pajak, utamanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
"Karena itu, kami mohon bantuan dari Komisi XI DPR RI untuk ikut menggesa pendataan tersebut. Karena ini peluang untuk mendapatkan uang bagi daerah, kalau hanya pemerintah daerah tentunya akan sulit," ujarnya.
Dijelaskan Gubri, perusahaan yang ada tersebut, hingga saat ini masih sebatas memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan tidak melanjutkan hingga HGU. Sementara hingga saat ini, sawitnya terus berproduksi.
"Ini tentunya ada peluang untuk mendapatkan uang dari pajak, karena sawitnya juga sudah berproduksi," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hatari mengatakan, tujuan utama pihaknya datang ke Riau dalam rangka pengembangan industri kelapa sawit. Karena itu, pihaknya ingin mendengarkan laporan dari semua pihak.
"Kami datang untuk mendengar, baik dari pemerintah daerah, asosiasi petani kelapa sawit dan berbagai pihak lainnya," sebutnya.
Tujuan utama pihaknya datang ke Riau dalam rangka pengembangan industri kelapa sawit. Karena itu, Komisi XI ingin mendapatkan masukan dari banyak pihak.
Selain dihadiri para anggota Komisi XI DPR, perwakilan dari BPDPKS, juga hadir beberapa asosiasi petani kelapa sawit di Riau serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di lingkungan Pemprov Riau. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :