JAKARTA - Pengesahan RUU Kesehatan menjadi Undang-undang oleh DPR RI, Selasa (11/7/2023) diwarnai aksi unjuk rasa dari para dokter dan tenaga kesehatan (Nakes).
Dilansir bbc.com, ada sejumlah pasal dalam UU tentang kesehatan tersebut yang dianggap para dokter dan organisasi profesi tenaga kesehatan dapat merugikan.
Sejumlah organisasi profesi dan masyarakat sipil menyebut setidaknya ada enam pasal kontroversial yang perlu dicermati, berikut rinciannya:
Pasal 154 ayat 3
Pasal itu berbunyi: "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa narkotika; psikotropika; minuman beralkohol; hasil tembakau; dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya."
Pasal ini disebut kontroversial karena memasukkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif.
Organisasi profesi IDI khawatir penggabungan ini akan menyebabkan munculnya aturan yang bakal mengekang tembakau jika posisinya disetarakan dengan narkoba dan memicu polemik di kalangan industri tembakau.
Pasal 233 - 241
Sejumlah pasal tersebut akan mempermudah dokter asing maupun dokter diaspora beroperasi di dalam negeri.
Dikatakan bahwa, "Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah lulus proses evaluasi kompetensi dan akan melakukan praktik di Indonesia haru memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktik (SIP).
Kementerian Kesehatan mengatakan syarat dokter asing bisa bekerja dan berpraktik di Indonesia sangat ketat dan kelak diarahkan memberikan pelayanan kesehatan ke daerah 3T (daerah tertinggal, terdepan, dan terluar).
Tetapi Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Usman Sumantri, menilai 'impor' tenaga kesehatan asing dapat berisiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.
Usman juga mengatakan pemerintah semestinya lebih mengutamakan tenaga kesehatan dalam negeri demi pemerataan pelayanan.
Pasal 235 ayat 1
Tertulis di situ bahwa, "Untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Praktik) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234 ayat 2, tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi".
Bagi IDI, beleid ini sama saja mencabut peran organisasi profesi dalam hal praktik nakes karena tidak diperlukan lagi surat keterangan sehat dan rekomendasi dari organisasi profesi.
Padahal surat rekomendasi itu akan menunjukkan calon nakes yang akan praktik tersebut sehat dan tidak punya masalah etik dan moral sebelumnya.
Pasal 239 ayat 2
Isi pasal ini mengatakan: "Konsil kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai pasal tersebut "melemahkan" organisasi profesi lantaran sebagian besar fungsinya diambil alih oleh Kementerian Kesehatan.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang sebelumnya independen dan bertanggung jawab ke Presiden nantinya akan bertanggung jawab kepada Menteri.
Pasal 314 ayat 2
Pasal itu disebut IDI akan mengamputasi peran organisasi profesi karena isinya yang menyebutkan, "Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi".
Namun di Pasal 193 terdapat 10 jenis tenaga kesehatan, yang kemudian terbagi lagi atas beberapa kelompok. Dengan begitu total kelompok tenaga kesehatan ada 48.
IDI sebagai salah satu penolak RUU Kesehatan, mengaku dibuat bingung, apakah satu organisasi profesi untuk seluruh jenis tenaga kesehatan, atau satu organisasi profesi menaungi setiap jenis kesehatan.
Lembaga itu mencontohkan, dokter gigi, dokter umum dan dokter spesialis yang masing-masing punya peran berbeda serta visi misinya juga beda.
Pasal 462 ayat 1
Pasal tersebut menyebutkan: "Setiap tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun."
Kemudian di pasal 2 tertulis, "Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kematian, setiap tenaga kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun".
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pasal itu sebagai "kriminalisasi dokter" lantaran tidak ada penjelasan rinci terkait poin kelalaian yang dimaksud.
Diketahui, pengesahan RUU Kesehatan itu, berlangsung di ruang rapat paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta ini, dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani dan dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dan Rachmat Gobel.
Ada tujuh fraksi menyatakan setuju dengan RUU Kesehatan dengan NasDem memberikan catatan, sedangkan dua fraksi lain, yakni Demokrat dan PKS tegas menolak.(*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :