Protokol Pemprov Riau Meninggal Dunia, Gubri Sampaikan Rasa Duka
Petani Desa Pambang Baru Bengkalis Minta Alat Berat, Ini Kata Gubri
Pemkab Bengkalis Siap Dukung Program GNPIP Kendalikan Inflasi Pangan
APP Sinar Mas dan BRIN Kerjasama Kembangkan Budidaya Perikanan
Oktober, Persatuan Media Nusantara Akan Deklarasi di Jakarta
Ketua DP Jatim Puji Program Pendidikan Pemkab Siak
UIR Kirim Mahasiswa ke King Fadh University, Ikuti Program International Research Intern
Cegah Truk Bertonase Masuk Kota, Dishub Pekanbaru Pasang Portal di Jalan Pesantren
Sempat Nihil Pagi Tadi, Sore ini Ada 3 Titik Panas di Riau
Utang Indonesia Tembus Rp 7.879 Triliun, Sri Mulyani: Kami Tetap Hati-hati
Selasa, 09 Mei 2023 - 06:01:10 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengadaan utang pemerintah selalu dilakukan dengan penuh kehati-hatian di tengah dinamika perekonomian global yang tidak stabil.
Adapun hingga 31 Maret 2023, utang pemerintah mencapai Rp 7.879 triliun. Jumlah tersebut naik Rp 17,39 triliun dari Februari 2023 yang hanya Rp 7.816 triliun.
“Pengadaan utang tetap dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dengan kondisi pasar dan kas pemerintah yang saat ini cukup tinggi,” kata Sri Mulyani dikutip dari Kontan.co.id, Senin (8/5).
Dia mengatakan, di tengah gejolak perekonomian global yang tidak baik, pengadaan utang yang dilakukan pada kuartal I 2023 tersebut masih terukur dengan baik. Pembiayaan utang, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), pinjaman, sejauh inji dilakukan sesuai dengan rencana yang ada.
Selain itu, pengadaan utang juga selalu menyesuaikan dengan kondisi kas negara yang saat ini masih terjaga.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa perekonomian global saat ini sedang menghadapi tekanan dari tingginya inflasi dan suku bunga yang terus melonjak. Suku bunga yang melonjak di negara maju tersebut dapat memengaruhi kondisi negara berkembang.
“Jadi kebutuhan pembiayaan hingga April dan Mei masih cukup ample (cukup) di tengah dinamika perekonomian global yang tidak pasti,” jelasnya.
Dia menambahkan, kinerja APBN hingga saat ini juga masih berjalan dengan baik, bahkan akan tetap berperan optimal sebagai peredam gejolak global dan momentum nasional.
APBN juga akan tetap dikelola dengan hati-hati dan konservatif, dengan cara memberikan ruang sebagai shock absorber untuk meredam gejolak ekonomi namun tetap dalam batas wajar.
“Meskipun komoditas dalam tren moderasi. Kita tetap antisipasi lewat APBN,” tambahnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, posisi utang pemerintah mencapai Rp 7.879,07 triliun atau setara 39,17 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga akhir Maret 2023.
Nilai utang pemerintah tersebut naik Rp 17,39 triliun dari posisi di Februari 2023 yang sebesar Rp 7.861,68 triliun dengan rasio 39,09 persen terhadap PDB.
Kendati terjadi kenaikan secara nominal maupun rasio terhadap PDB, Kemenkeu menilai peningkatan utang itu masih dalam batas aman.
Lantaran, rasio utang pemerintah masih jauh di bawah batas maksimal yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 yakni 60 persen trhadap PDB.
Menurut Kemenkeu, pemerintah melakukan pengelolaan utang secara baik dengan risiko yang terkendali, antara lain melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.
Secara rinci, berdasarkan jenisnya, utang pemerintah yang sebesar Rp 7.879,07 hingga Maret 2023 didominasi oleh surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 7.013,58 triliun atau sekitar 89,02 persen dari total utang.
Selain itu, berasal dari pinjaman yang tercatat sebesar Rp 865,48 triliun atau 10,98 persen dari total utang.
Adapun untuk besaran utang dalam bentuk SBN, terdiri dari domestik atau denominasi rupiah sebesar Rp 5.658,77 triliun, mencakup surat utang negara (SUN) senilai Rp 4.600,97 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) Rp 1.057,80 triliun.
Kemudian terdiri dari denominasi valas sebesar Rp 1.354,81 triliun, yang mencakup SUN senilai Rp 1.056,40 triliun dan SBSN mencapai Rp 298,42 triliun.
Sementara itu, untuk utang senilai 865,48 triliun yang berasal dari pinjaman, yakni mencakup pinjaman dalam negeri sebesar Rp 21,31 triliun dan pinjaman luar negeri senilai Rp 844,17 triliun, seperti yang dilansir dari kompas.
Secara rinci pinjaman luar negeri itu terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp 264,69 triliun, multilateral Rp 527,13 triliun, serta comercial banks sebesar Rp 52,35 triliun. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda)