BENGKALIS – PT Bumi Laksamana Jaya (BLJ) sebagai sebagai satu BUMD milik Pemerintah Kabupaten Bengkalis sebaiknya dibubarkan saja. Perusahaan semi plat merah yang sudah menghabiskan APBD sebesar Rp426 miliar lebih ini bukan menguntungkan daerah, malah sebaliknya banyak menimbulkan persoalan.
“Dengan investasi sebesar ini dan apa yang telah disumbangkan PT BLJ sebagai BUMD Pemkab Bengkalis, sangatlah jauh daripada berimbang. Malah banyak menimbulkan persoalan,” ujar Sekretaris Badan Anti Korupsi (BAK) LIPUN Bengkalis, Wan Mhd Sabri kepada wartawan, Minggu (22/7).
Wan Sabri yang juga menjabat Ketua KOMBS (Komite Masyarakat Bukit Batu Siak Kecil) ini mengatakan, sejak pertama kali didirikan pada tahun 2001, PT BLJ sudah berkali-kali ganti nakhoda. Pertama kali dalam rentang waktu 2002 – 2003, direktur PT BLJ dijabat oleh Yan Haris, kemudian berturut-turut Bukhari SE, Plt. M Milchan, Drs Munzir Bey, dan Pj. Dirut Muhibuddin.
Pada tahun 2009 – 2011, jabat direktur di-Plt. kan kepada komisaris mulai dari H Mukhlis hingga Zakaria Yusuf. Baru pada tahun 2011, jabatan direktur defenitif diserahkan kepada Yusrizal Handayani. “Terakhir sejak 2015 sampai sekarang dipegang oleh Abdul Rahman,” kata Wan Sabri.
Walau jabatan direktur terus berganti, sambung Wan Sabri, persoalan yang melilit perusahaan milik Pemkab Bengkalis ini tak kunjung tuntas. Bahkan sangat disayangkan, Pemkab tak melakukan apa yang direkomendasikan oleh BPK RI pada Maret 2007. Audit BPK tersebut merekomendasikan agar menempatkan orang-orang profesional dan bukan PNS apalagi PNS yang menduduki jabatan penting pelayanan publik sebagai Komisaris di PT BLJ yang berdampak kepada pengawasan yang tidak optimal.
Masih menurut Wan Sabri, aset yang dimiliki BLJ tidak ada nilai sama sekali, seperti Rice Processing Complex (RPC) di Desa Sepotong Kecamatan Siak kecil justru membebani neraca PT BLJ karena penyusutannya. Sedangkan pabrik pengolahan padi tersebut tak memiliki nilai ekonomis akibat dari posisi pabrik berada pada tanah milik pemda yang tidak dipisahkan dari kekayaan Pemkab Bengkalis.
“Pabrik tersebut menjadi barang rongsokan tidak bisa digunakan sama sekali. Begitu juga aset lainnya yang merupakan barang tak bergerak seperti SPBU juga terletak pada lahan milik pemkab Bengkalis, sehingga tak bisa dinilai sebagai aset. Karena jika ada yang mau mengakuisisinya hanya ada izin dan beberapa barang yang sulit dinilai secara ekonomis,” papar Wan Sabri.
Dikatakan, investasi Pemkab Bengkalis yang hampir setengah trilliun rupiah itu malah sudah menjadikan beberapa dirutnya narapidana bahkan ada yang DPO. Bahkan PT BLJ tahun 2017 neracanya dalam kondisi minus Rp1,6 miliar rupiah, sedangkan putusan pengadilan terhadap pesangon karyawan harus dibayarkan.
“Jadi dari analisa keadaan BUMD PT BLJ ini, saya menyarankan kepada Pemkab Bengkalis untuk membubarkannya dan membentuk BUMD baru dan menghibahkan semua aset PT BLJ yang ada sekarang berikut tanah-tanahnya, serta Pemkab sebagai owner PT BLJ membayarkan seluruh hutang PT BLJ serta menagih piutang yang masih ada,” ujar Wan Sabri seraya mengatakan, untuk menutupnya Pemkab bisa melaksanakan sesuai UU perseroan terbatas (PT) No 40 Tahun 2007 dan Perda 46 Tahun 2001 tentang pendirian BUMD PT BLJ daripada mempertahankan keberadaan PT BLJ ini menjadi beban, bahkan memberikan ketidakpastian terhadap karyawan yang sampai saat ini masih menunggu pesangon.
Penulis: Zulkarnaen
Editor: Yusni Fatimah